/kamu/


Kau bercerita tentang petualangan Sinbad dan tujuh lautan. Rambo dan ketangkasannya, hakiki dan tidak hakiki, tangis dan tragis. Sementara kopi di depanmu semakin dingin dan malam bosan dengan warna hitam.
Tak bosan kau terus bertutur, hingga aku menguap dan sekedar meluapkan tawa. Sepertinya tawa kita tak pernah berubah. Tawa kita adalah pagi yang membuat kalong menciutkan sayapnya, ataupun radio yang tak bosan berbagi angka-angka.

Tawa kita memecah hening, selalu.



/aku/

Berbeda denganmu yang terus bercerita, aku hanya menikmati persenggamaanmu dengan kata-kata. Begitukan teman ? saling melengkapi ? selang-seling ?

Polos adalah cara kita meluapkan emosi dan imaji. Tanpa tudung aling-aling. Memang, denganmu, batinku adalah taman yang berbunga. Di tengahnya pohon yang besar berdaun jingga. Aku sering berteduh di sana, mengambil helai daunnya untuk aku alirkan ke sungai yang bergelombang padat. Saat itu kuyakini, hari telah pagi, lantas aku pulang ke haribaan: Kepada tawa-tawa kalian.




/kita/

Kita adalah menyederhanakan. Menertawakan yang pilu, membiarkan yang pedih. Kita selalu belajar untuk menikmati apa saja, sekalipun itu pahit. Kita menerobos langit, meloncati pagar, menyelami palung, mendobrak pintu-pintu usang.

Keterpautan kita tak serupa jarum jam. Definisi yang tepat untuk menggambarkan kita adalah pondasi. Mengangkat, tanpa hirau

Kita tak lelap, tak pula gegap.

Kita tak habis, tak pula tahbis.

Kitalah arus tanpa hilir.


credit tittle: Membaca Magelang jilid 2