"Cintai yang tak mencintai, sampai dia cinta,"

kalimat itu tertulis di kertas penulis renta itu.

Sembari menggaruk janggutnya,

ia menoleh

ke jam yang tak pernah bosan menunjukkan

tengah malam.


"Maafkan segala yang tak bisa kau maafkan,"

katanya lagi. Kali ini, tubuhnya mengharu

biru,

menjadi wortel. Yang tak pernah dikupas.