Setahun yang lalu, aku sempat membaca

buku yang berisi pentingnya arti nama


pertama di setiap orang. Seperti selamat untuk


Slamet, tanah (pengharapan) untuk Siti, dan


segala kebaikan untuk setiap nama pertama


berawalan Su-.



Nama pertamaku Terang.


Aku tak pernah bisa mengerti


mengapa orangtuaku menamaiku Terang.


Padahal, kata ibu aku dilahirkan pada malam


hari. --pukul 11.30 malam, tepatnya.



Hingga aku berumur seperempat abad, tak


pernah terbersit dalam pikiranku untuk


menanyakan perihal nama pertamaku.



Seperti terang-terang pada umumnya, terkadang


aku mendefinisikan arti namaku sendiri.


Mungkin, aku merupakan penerang bagi


keluarga ini.



Atau mungkin, kehidupanku


berisikan kemudahan-kemudahan, karena


cahaya selalu ada di sekitarku. Bukankah


nama adalah doa? Aku selalu meyakini


orangtuaku memberikanku nama tersebut


tanpa maksud yang buruk.



Beberapa waktu yang lalu, dunia dikejutkan


dengan pemberitaan di media massa,


tentang seseorang yang memiliki


nama Tuhan.



Banyak yang protes. Aku tidak. Bahkan, aku


sebenarnya


sangat iri karena ada orangtua menamai


anaknya dengan nama Tuhan.



Aku pikir, mereka menamainya begitu karena


ingin anak yang dicintainya mendapatkan


keberkahan hidup karena hidupnya selalu


diterangi oleh Tuhan.  Nama


macam apa lagi yang bisa menandingi itu?



Kemarin, kedua orangtuaku meninggal dunia.


Hal itu membuatku tidak pernah bisa lagi


menanyakan kepada mereka, apa sebenarnya


arti Terang di namaku.


Namun aku selalu percaya, kebaikan dan


keburukan setiap orang semasa hidup


akan membuntuti nama pertama mereka.



Di titik itu, aku menjadi sadar, aku tak perlu


tahu apa arti Terang di namaku.