Credit photo: Google.



Setelah beberapa hari penayangan film Joker di seluruh dunia, kita harus mengakui satu hal; after taste yang ditimbulkan Joker merupakan salah satu yang terbaik yang pernah dilakukan sebuah film kepada khalayak. 

Artinya, hingga saat ini tidak banyak film yang bisa dibahas secara mendetail dan dari berbagai aspek dilakukan di media sosial dan media massa, seperti film Joker. Bahkan tidak juga End Game, yang katanya plot dan pembangunan karakternya sudah dimulai sejak 2008. (Ha! In your face, MCU).

Beberapa pendapat orang berseliweran di media sosial terkait film Joker ini. Beberapa sangat bagus. Ada juga di antaranya yang menurut saya tidak on point, misalnya seperti membandingkan Joker versi Joaquin Phoenix dan Heath Ledger, atau mengatakan bahwa Joker versi Joaquin manifestasi dari ‘orang baik yang tersakiti.’

Mengatakan Joker versi Joaquin Phoenix adalah ‘orang baik yang tersakiti’ ialah pendapat yang terlalu prematur. Bahwa benar seorang Arthur Fleck awalnya bukanlah seorang yang jahat. Namun, apakah Arthur Fleck adalah orang baik? Sepanjang bangunan film, saya tidak berhasil mengidentifikasi hal itu.

Kita harus menyadari satu hal; sejak awal, Arthur merupakan seorang pengidap Pseudobulbar—kelainan yang menyebabkan penderitanya tertawa, atau menangis, secara tak terkendali karena gangguan sistem saraf di tubuhnya.

Arthur Fleck menyadari bahwa ia sakit. Buktinya, ia beberapa kali mengupayakan mencari bantuan layanan profesional, dan bantuan kesehatan mental di Kota Gotham. Hasilnya? Layanan sosial tersebut ditutup karena kurangnya sumber dana. Nggatheli emang Kota Gotham itu.

Saya juga percaya, tidak ada orang yang terlahir langsung jahat. Tidak juga Arthur Fleck. Lalu apa yang menyebabkan Arthur Fleck menjadi seorang Joker, do the Joker

Apakah perlakuan Penny Fleck kepadanya di masa kecil? ‘Fakta’ yang ia dapatkan tentang seorang Thomas Wayne? Atau realitas sosial Kota Gotham yang tak pernah mendukungnya? Hal tersebut bisa diperdebatkan selamanya. 

Jelas, kekerasan yang dialami di masa kecil pasti berdampak bagi seseorang hingga dewasa. Realitas sosial masyarakat di sekitar Arthur Fleck yang sangat tidak bersahabat turut membuat segalanya runyam. 

Sepanjang bangunan cerita, kita diberitahu hal ini; Arthur Fleck butuh orang lain.

Itu mengapa ia mencari bantuan sosial, ingin apa yang ia katakan didengar psikiater, membuat realitas baru di pikirannya bahwa ia sedang ngedate dengan Sophie Dumond, sampai yang paling ekstrim; bersedia tampil live di acarannya Murray hanya untuk kemudian menembaknya.

Setelah itu, saya merasa telah menemukan hulu kalimat paling terkenal seorang Joker  "All it takes is one bad day."

Lewat Joker, kita perlu setuju hal ini; setiap orang butuh orang lain, butuh penerimaan dari orang lain.